Bila
memang orang muslim disayang Allah, mengapa banyak yang miskin ?. Bila sesuatu
sudah ditetapkan takdirnya, mengapa kita harus berdo’a ?. Bila Allah Maha
Agung, mengapa bersemayam di atas Arsy ?. Bila islam itu mudah, mengapa umatnya
harus melakukan serangkaian ibadah yang memberatkan ?.
Non-Muslim lebih kaya daripada Muslim?
Mengapa
banyak orang non-muslim hidupnya lebih sejahtera sementara orang islam banyak
yang miskin. Padahal orang muslim sudah melakukan shalat, puasa dan menjalankan
ibadah lainnya? Apakah ini yang dimaksud dalam hadis “Dunia adalah penjara bagi orang mu’min dan surga bagi orang kafir”?
Tidak
benar bahwa orang non-muslim selalu lebih kaya daripada orang muslim, jika kita
amati dengan sungguh-sungguh, ada banyak orang non-muslim yang miskin dan
banyak pula orang muslim yang miskin. Jika dilihat banyak muslim yang miskin,
itu karena mayoritas penduduk negeri ini beragama islam, sama halnya dengan di
Yunani dan beberapa Negara Eropa yang saat ini sedang bangkrut. Hampir semua
penduduk disana adalah non-muslim, karena mayoritas penduduknya memang
non-muslim.
Dalam
daftar orang-orang terkaya di Indonesia tahun 2014 kita temukan nama-nama
muslim banyak bertengger di 40 besar, apalagi di negara-negara Arab dan timur
tengah yang kaya minyak, mayoritas orang terkaya adalah muslim sebab merekalah
penduduk mayoritas. Jadi, kaya dan miskin tidaklah selalu identik dengan agama,
sebab Allah dengan sifat Rahman-Nya atau Maha Pengasih memberikan rezki-Nya ke
setiap orang, bukan hanya muslim saja. Allah juga melakukan sunnah qaumiyyah
atau hokum alam bahwa siapa yang berusaha keras, pekerja cerdas atau pandai
berbisnis, mereka akan mendapatkan karunia rezki dan kekayaan yang setimpal,
ini berlaku bagi setiap muslim atau bukan. Namun Allah juga memiliki sifat
Rahim atau Maha Penyayang, kasih saying yang Dia berikan khusus kepada
hamba-hambanya yang beriman. Kalaupun muslim itu miskin hidupnya didunia, bisa
jadi ini ujian. Jika disikapi dengan sabar ia akan mendapatkan Rahimnya atau
penyayang-Nya Allah berupa balasan berlipat ganda di akhirat dan di masukkan ke
dalam surga. Adapun orang-orang non-muslim, kekayaan yang didapat di dunia
merupakan balasan atas kerja keras dan perbuatan baiknya selama di dunia tetapi
di akhirat mereka tidak mendapatkan apa-apa. Bisa pula kekayaan orang kafir di
dunia ini hanya bentuk Istijraj atau
jembatan rezki dari Allah. Mereka disenang-senangkan di dunia, dibiarkan
memiliki harta kekayaan yang banyak sehingga makin ingkar atau makin jahat lalu
mereka ditelungkupkan Allah ke dalam neraka. Adapun mengenai sabda Rasulullah
saw:
“Dunia adalah penjara
bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (HR. Muslim)
Abdullah
bin Mubaraq, seorang generasi Tabi’in, murid sahabat Nabi yang dikenal kaya
raya ditanya oleh seorang Yahudi. Orang Yahudi pedagang minyak eceran yang
pakaiannya kotor dan tangannya menghitam itu ditanya,
“Wahai Ibnu Mubaraq,
bukankah disebutkan dalam hadis bahwa dunia ini penjara bagi orang mukmin dan
surga bagi orang kafir. Tetapi mengapa engkau yang muslim justru kaya raya dan
aku yang non-muslim justru miskin dan menderita” Dengan wajah teguh Ibnu
Mubaraq menjawab: “Kekayaan dan kebahagiaan ku ini laksana penjara jika
dibandingkan dengan surga yang akan ditempati oleh orang mukmin nanti,
sedangkan penderitaanmu didunia ini belu ada apa-apanya dibandingkan dengan
neraka yang menantimu diakhirat nanti.”
Mendengar
jawaban Ibnu Mubaraq ini, Yahudi penjual minyak itu mengucapkan dua kalimat
Syahadat, memeluk islam.
Mengapa Allah Memberatkan Kita dengan Ibadah-Ibadah
yang Menguras Tenaga
Bulan
puasa telah tiba, orang muslim sedunia akan melaksanakan kewajiban berpuasa
sebulan penuh. Terkadang ada yang mempertanyakan, mengapa Allah memberatkan
kita dengan ibadah-ibadah yang menguras tenaga, karena tidak dibolehkan makan
atau minum selama 13 atau 14 jam, tahajud sepertiga atau dua pertiga malam
bahkan diwajibkan di awal-awal dakwah Rasulullah, apa yang nyatanya milik kita
harus diberikan kepada orang lain. Lalu muncul disebagian benak orang, bukankah
itu berarti Allah swt telah memeratkan hamba-hamba-Nya. Mari kita berhenti
sejenak, menyendiri, menyepi dari lingkup hidup di dunia ini, mari kita
renungkan sebuah pagar rumah nan indah, mobil nan gagah, jembatan yang kokoh,
gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Bukankah sebagian konstruksinya
terbuat dari besi atau baja? Masih ingatkah kita bahwa besi-besi yang telah
terbentuk dengan kokoh dan indah itu sebelumnya telah disiksa sebelum menjadi
indah menawan. Saat biji besi dipanaskan hingga berpijar dan melelah kemudian
dipukul dan di tempa menjadi bentuk-bentuk yang diinginkan tuannya. Jika sang
besi tidak mau menerima kenyataan untuk di tempa dan dipanaskan hingga meleleh
akankah ia menjadi mobil nan gagah atau jembatan kokoh? Tentu tidak. Begitu
juga ibadah yang disyari’atkan Allah kepada hambanya bukan agar kita menderita,
bukan karena ia ingin menyiksa kita, melainkan karena Allah saying, Allah cinta
kepada kita.
Ketika
kita diwajibkan berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadhan, apakah di hari
yang ke-31 membuat kita menemui ajal? Apakah yang kita rasakan ketika mendengar
adzan maghrib, bukankah muncul suatu perasaa bahagia di hati kita? Indah
rasanya ketika siang hari yang panjang dan panas berhasil kita taklukan tanpa
mencicipi makanan dan minuman, apalagi ketika tetes demi tetes, teguk demi
teguk air segar itu membasahi kerongkongan kita, bukankah perasaan bahagia yang
muncul? Kini para ahli pun sepakat salah satu cara untuk membuang zat racun
dalam tubuh kita salah satunya adalah dengan berpuasa, bahkan tidaklah salah
ketika Rasulullah bersabda, “Berpuasalah
kalian agar sehat.”
Kewajiban
beribadah sama sekali bukan untuk Allah, karena Dia memang Dzat yang tidak
membutuhkan apa-apa dari makhluk-Nya, tapi justru makhluk-Nya yang membutuhkan
Dia. Jika semua makhluk di alam semesta tidak menuhankan Dia, Allah tetap saja
Tuhan penguasa seluruh Alam, tidak berkurang sedikitpun keagungannya.
Allah
berfirman:
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku, Aku tidak
membutuhkan rezeki sedikit pun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz Dzaariyaat : 56-58)
Mengapa Allah mewajibkan kepada kita untuk
beribadah?
Karena
ternyata desain kita ini sebagai makhluk ibadah, manusia dan jin diciptakan
memang sebagai makhluk ibadah. Sehingga jika tidak beribadah kita akan menemui
masalah. Seluruh kewajiban yang kita terima dari Allah itu sebenarnya adalah
untuk memaksimalkan seluruh potensi kita sebagai manusia dan memunculkan sifat
istiqomah.
Perumpamaan
sebuah mobil dibuat pabriknya pasti memiliki spesifikasi tertentu, misalnya
bahan bakarnya harus pertamax, olinya mesti dengan tingkat keenceran tertentu,
cara jalannya harus mengkombinasikan antara kopling, gas, rem dan lain
sebagainya. Maka jika mobil itu diperlakukan tanpa memperhatikan segalam
kewajiban yang diperintahkan oleh pabriknya, tentu mobil itu akan rusak sebelum
waktunya. Mobil yang didesain menggunakan bahan bakar pertamax jika diisi
dengan bahan bakar solar tentu saja akan rusak. Pertanyaannya adalah untuk sipakah segala kewajiban yang
diharuskan oleh pabrik mobil itu, apakah untuk kepentingan pabrik ataukah
kepentingan mobil dan pemiliknya? Tentu untuk kepentingan mobil dan pemiliknya.
Bagi pabrik sama sekali tidak ada kerugian apapun kalau kita tidak menjalankan
segala kewajiban itu. Bahkan meskipun pemilik mobil melanggar ketentuan itu
dengan alasan dengan baik dan benar, tetap saja ia akan memperoleh efek yang
merugikan ketika tidak menjalankan kewajiban. Misalnya demi alasan penghematan
maka bahan bakar mobil diisi saja dengan premium yang harganya lebih murah
dibanding pertamax, bukankah sama-sama bahan bakar minyak? Demikain pula ibadah
adalah kewajiban, bukan untuk Allah Sang Pencipta, melainkan untuk
hamba-hamba-Nya, shalat kita adalah untuk kita sendiri, puasa, zakat, haji,
dzikir, do’a dan segala macam kebaikan yang kita usahakan pada hakikatnya
adalah untuk kita sendiri.
0 comments:
Post a Comment