Jangan Sembarangan Membuat Janji
Janji
tinggal janji, seringkali ketika para politisi ini sudah terpilih menjadi
pejabat pemerintah atau wakil rakyat lupa dengan janji-janjinya, sayangnya
masyarakatpun seolah-olah tidak peduli dengan kewajiban yang mesti dilakukan
oleh orang-orang yang telah dipilihnya, hanya sedikit kalangan yang mengkritisi
kinerja orang-orang yang telah diberi amanah itu, padahal melanggar janji dan
menghianati amanah termasuk dosa besar dan dimasukan kedalam golongan
orang-orang munafik. Kita seringkali menganggap enteng sebuah janji, janji
terhadap istri kita, anak-anak kita, teman-teman kita bahkan orang tua kita.
Ingatlah bahwa malaikat tak pernah lupa mencatat amal perbuatan kita dan amal
itu akan menjadi saksi apakah kita pantas disurga atau justru di neraka. Karena
itulah jangan sembarangan membuat janji jika tidak sanggup memenuhinya, jika
janji sesama manusia sudah dianggap sebagai perbuatan dosa besar. Bagaimanakah
janji kita kepada Allah ta’ala? Padahal pada saat berada dialam ruh kita sudah
berikrar untuk menyembah-Nya, taat pada aturan-Nya dan tidak menyekutukannya:
“Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi’. (Kami lakukan yang demikian itu)agar
pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Tuhan). (QS. Al A’raaf : 172)
Ciri-ciri Orang Munafik
Pernahkah
kita berkata dusta, pernahkah kita ingkar janji atau mungkin kita pernah
menghianati amanah? Ketahuilah inilah ciri-ciri orang munafik. Rasulullah saw
bersabda:
“Tanda orang munafik
ada tiga: Jika bicara berdusta, jika diberi amanah berkhianat, dan jika
berjanji menyelisihinya. (HR Bukhori Muslim)
Seseorang
disebut munafik karena ia menyembunyikan kebathilan dan menampakan kebaikan,
kemunafikan merupakan penyakit hati yang berbahaya sebagaimana dalam Firman
Allah ta’ala:
“Dalam hati mereka
ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih
, disebabkan merek berdusta. (QS. Al-Baqarah : 10)
Jenis Ke-Munafikan
Ada
dua jenis kemunafikan, kemunafikan besar dan kemunafikan kecil. Kemunafikan
besar diantaranya menyembunyikan kekufuran dan menampakan keislaman,
kemunafikan jenis ini jelas-jelas telah keluar dari Islam dan ancamannya kekal
di neraka. Sedangkan kemunafikan kecil adalah menampakan lahiriyah yang baik dan
menyembunyikan kebalikannya, munafik kecil tidak membuat pelakunya keluar dari
islam, meski demikian hati-hatilah dengan munafik kecil. Menurut Ibnu Rajab
Rahimaqumullah kemunafikan asgar (kecil) adalah jalan menuju kemunafikan akbar
(besar) sebagaimana maksiat adalah lorong menuju kekufuran. Sebagaimana orang
terus-menerus di atas maksiat dikhawatirkan dicabut keimanannya ketika
menjelang mati, demikian juga orang yang terus menerus di atas kemunafikan
asgar dikhawatirkan dicabut keimanan dan menjadi munafik akbar.
Kisah Abdullah bin Ubay Orang Munafik Di Zaman
Rasulullah
Hati-hatilah
dengan berbagai bentuk kemunafikan dan hati-hati pula dengan orang-orang
munafik, Allah ta’ala telah mengabadikan dalam al-Quran:
“Apabila orang-orang
munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya
kamu benar-benar Rasul Allah’. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu
benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang
munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al-Munafiqun : 1)
Ayat
ini bersumber dari Zaid bin Arqah
seperti diriwayatkan Al Bukhori. Zaid bin Arqah mendengar Abdullah bin Ubay bin
Salur berkata kepada teman-temannya: kalian jangan memberi nafkah kepada
orang-orang yang dekat dengan Rasulullah saw sebelum mereka meninggalkan
agamanya, kelak apabila kita pulang ke Madinah pasti orang yang mulia akan
mengusir orang yang hina dikota itu.
Kejadian
ini diterangkan oleh Zaid kepada pamannya kemudian oleh sang paman disampaikan
kepada Rasulullah, setelah itu Rasulullah memanggil Abdullah bin Ubay bin Salur
dan kawan-kawannya tetapi mereka bersumpah dihadapan Rasulullah saw bahwa
mereka tidak pernah berkata demikian.
Rasulullah
rupanya lebih mempercayai Abdullah bin Ubay hingga Zaid bin Arqah merasa sedih,
maka Allah menurunkan ayat pertama dalam Al Munafiqun yang menegaskan bahwa
kaum munafiqun selalu berdusta. Ayat ini sekaligus membenarkan ucapan Zaid bin
Arqah.
Riwayat
tentang Zaid bin Arqah ini mempunyai beberapa sumber, diantaranya ada yang
menerapkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada waktu perang cambuk dan
turunnya surat ini terjadi pada waktu malam hari.
Menurut
riwayat Ibnu Jalir, diriwayatkan pula oleh Ibnu Udzir, saat itu ada orang yang
mengusulkan kepada Abdullah bin Ubay supaya datang kepada Rasulullah saw agar
beliau memintakan ampunan Allah swt untuknya tetapi ia menolaknya bahkan
berpaling, maka turunlah ayat ke-5 dalam surat Al Munafiqun:
“Dan apabila
dikatakan kepada mereka: marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan
bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang
mereka menyombongkan diri.” (QS. Al Munafiqun: 5)
Pada
ayat selanjutnya Allah menegaskan:
“Sama saja bagi
mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, sesugguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. Al Munafiqun)
Sifat Orang Munafik
Selain
suka berbohong, orang-orang munafiq sering membatalkan perjanjian secara
sepihak serta tidak menepati perjanjian. Allah swt berfirman:
“(Yaitu) orang-orang
yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa
yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya serta membuat
kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS Al-Baqarah :
27)
Ibnu
Rajab Rahimaqumullah mengatakan, Mengkhianati perjanjian adalah haram dalam
perjanjian seorang muslim dengan yang lainnya walaupun dengan seorang kafir mu’ahad
(kafir yang tinggal di negeri kafir) yang telah mengadakan perjanjian dengan
Negara islam. Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa membunuh
kafir mu’ahad tidak akan mencium bau surga padahal wanginya surga tercium dari
jarak 40 tahun perjalanan.” (HR. Al-Bukhari)
Membatalkan Perjanjian Tidak Akan Diajak
Bicara Oleh Allah Subhanhu Wa Ta’ala Di Hari Kiamat
Menurut
Ibnu Rajab, membatalkan perjanjian dengan seorang muslim besar dosanya apalagi
membatalkan perjanjian untuk taat kepada pemimpin muslimin yang kita telah
berbai’at kepadanya.
Sebagaimana
diingatkan dalam sabda Nabi:
“Tiga golongan yang
tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanhu Wa Ta’ala di hari kiamat nanti,
tidak akan disucikan, dan mereka akan mendapatkan azab yang pedih,
di-antaranya: “Seorang yang membai’at pemimpin hanya karena dunia, jika
pemimpinnya memberi apa yang dia mau dia penuhi perjanjiannya dan jika tidak
maka dia pun tidak menepati perjanjiannya.” (HR. Al-Bukhari Muslim)
Selain 3 Ciri Orang Munafik
Berdasarkan
keterangan Al Quran dan hadis Nabi, terdapat 30 ciri orang yang dikategorikan
sebagai orang munafik. Selain dusta, ingkar janji dan khianat, ada beberapa
ciri lain yang juga disebut sebagai perbuatan orang munafik, antara lain:
Mereka
gemar memperolok orang yang bertaqwa, misalnya dengan menyebut orang lain
kolot, extreme, fanatic dan lain sebagainya. Merekapun suka mencela sedekah
yang dikeluarkan orang lain. Allah ta’ala berfirman:
“Orang-orang
(munafiq) yang mencela sebagian dari orang-orang yang beriman mengenai sedekah-sedekah
yang mereka berikan dengan sukarela, dan (mencela) orang-orang yang tidak dapat
(mengadakan apa-apa untuk disedekahkan) kecuali sedikit sekadar kemampuannya,
serta mereka mengejek-ejeknya, Allah akan membalas penghinaan mereka, dan
mereka akan mendapat azab yang pedih” (QS. Attaubah : 79)
Orang
munafiq suka memperbesar kesalahan orang lain bahkan menyebarkan berita-berita
dusta.
“Demi sesungguhnya,
jika orang-orang munafiq, dan orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya,
serta orang-orang yang menyebarkan berita-berita dusta di Madinah itu tidak
berhenti (dari perbuatan jahat
masing-masing), niscaya Kami akan mendesakmu memerangi mereka, sesudah itu
mereka tidak akan tinggal bertetangga denganmu di Madinah, kecuali hanya
sebentar.” (QS. Al Ahzab : 60)
Orang Munafik Sangat Berbahaya
Orang-orang
munafiq menganggap ringan perkara-perkara yang melawan hukum Allah,
menentangnya dengan berbagai kemungkaran dan kemaksiatan secara sembunyi.
ketika
dia berada ditengah-tengah banyak orang ia pura-pura sebagai orang yang taat
beribadah, orang munafiq adalah orang yang penuh dengan kepalsuan, penuh dengan
rekayasa dan lebih sibuk membangun topeng.
Para
munafik itu berbahaya karena ia sesungguhnya dalam hatinya telah ingkar,
lahiriahnya menampilkan orang beriman. Dalam hatinya orang munafiq terlihat
khusyu tapi Allah tidak bisa dibohongi, Allah Maha Mengetahui lubuk hati
terdalam. Allah ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
(QS. An Nisaa’ : 142)
Orang Munafik Sangat Berat Menjalankan Shalat
Isya dan Shalat Subuh.
Sebagimana
sabda Rasulullah:
“Sesungguhnya shalat
yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan
shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka
akan mendatanginya keduanya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Orang Munafik Juga Lalai Untuk
Mengerjakan Shalat Tepat Pada Awal Waktunya, Apalagi Menghadiri Shalat Berjama’ah.
Rasulullah
mengingatkan:
“Itulah shalatnya
orang munafik, (yaitu) duduk mengamati matahari. Hingga ketika matahari berada
di antara dua tanduk setan (yaitu ketika hampir tenggelam), dia pun berdiri
(untuk mengerjakan shalat ashar) empat raka’at (secara cepat) seperti patukan
ayam. Dia tidak berdzikir untuk mengingat Allah, kecuali hanya sedikit saja.”
(HR. Muslim).
Sejarah Umat Islam Tidak Lepas Dari Kaum
Munafik yang Berusaha Meruntuhkan Kekuatan dan Persatuan Umat Islam
Munculnya
kelompok munafik pada masa Rasulullah dimulai sejak kaum Muhajirin hijrah ke
Madinah.
Di
Madinah ada seorang tokoh munafik yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salur dari
suku Kasraj yang awalnya akan diangkat sebagai raja oleh kabilah-kabilah Arab
di Madinah. Setelah Rasulullah memenangkan perang Badar, banyak warga Madinah
yang memeluk islam termasuk Abdullah bin Ubay bersama keluarganya.
Namun
orang-orang munafik bagai duri dalam daging, mereka berusaha merongrong
persatuan umat dengan menebar berbagai fitnah. Kelompok munafik yang awalnya
beragama Yahudi dan Nasrani hanya bertujuan untuk menanamkan keraguan kepada
umat terhadap kebenaran islam.
Saat
Rasulullah menyerukan untuk berjihad, kaum munafik ini enggan untuk
mengorbankan harta apalagi nyawanya bahkan mereka berani meninggalkan medan perang
dan tidak mau tunduk kepada perintah Rasulullah seperti yang terjadi pada
perang Uhud. Saat turun dalam surat al-Munafiqun yang terkait kemunafikan
Abdullah bin Ubay banyak sahabat mengira Rasulullah akan memerintahkan untuk
membunuhnya.
Saat
itu Abdullah bin Abdullah bin Ubay putra Abdullah bin Ubay yang telah menjadi
seorang muslim yang baik datang kepada Rasulullah dan menyatakan dirinya siap
untuk membunuh ayahnya sendiri meskipun hatinya pilu, karena jika orang lain
yang diperintahkan untuk membunuhnya ia khawatir tidak bisa menahan diri untuk
membalas dendam, Karen dalam tradisi Arab darah harus diganti darah tapi apa
yang dikatakan Rasulullah, kita tidak akan membunuhnya bahkan kita harus
berlaku baik kepadanya, harus menemaninya baik-baik selama dia masih bersama
dengan kita. Begitulah akhlak Rasulullah yang agung.
Namun
tipu daya dan kelicikan orang-orang munafik sangat membahayakan, karena itulah
Allah berfirman kepada Rasulnya:
“Hai Nabi,
berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka, ialah neraka Jahanam. Dan
itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS. At-Taubah : 73)
Berbagai Peristiwa Perpecahan Umat Islam Tidak
Lepas Dari Konspirasi Orang-orang Munafik
Pembunuhan
para khalifah islam mulai dari Umar bin Khattab, Usman bin Affan hingga Ali bin
Abi Thalib semoga Allah meridhai mereka, akibat dari hasutan dan konspirasi
orang-orag munafik.
Tokoh
munafik yang berhasil mengadu domba para sahabat Nabi adalah Abdullah bin Saba,
seorang Yahudi berasal dari Yaman yang dikenal juga dengan nama Ibnu Saba. Ia
datang ke Madinah kemudian berpura-pura memeluk islam pada masa khalifah Usman
bin Affan.
Ibnu
Saba banyak menyebarkan berita-berita bohong untuk merusak citra pemerintahan
Usman bin Affan, antara lain dengan menyebarkan surat-surat palsu atas nama
sahabat utama yang isinya mencela Usman bin Affan.
Berbagi
tuduhan yang dialamatkan kepada Usman bin Affan antara lain soal pengangkatan
anggota keluarganya menjadi pejabat pemerintah, keputusan untuk mengasingkan
Abu Dzar ke Rabazah, bahkan Khalifah Usman di isukan telah memukul Ibnu Mas’ud
dan Amar bin Yasir hingga terluka parah.
Setelah
berbagai fitnah ini tersebar luas, kelompok pemberontak dari Basrah, Khufah dan
Mesir menuju Madinah berpura-pura ingin pergi haji. Padahal sesungguhnya mereka
ingin memberontak kepada khalifah Usman, menurut sebuah riwayat para
pemberontak berjumlah 2000 orang dan menunggu dikediaman Usman selama 40 hari
hingga Khalifah Usman terbunuh dalam peristiwa itu tepatnya pada 18 Dzulhijjah
tahun 35 Hijriyah.
Setelah
berhasil menggerakan pemberontakan terhadap khalifah Usman, Ibnu Saba yang
dikenal sebagai gerak kelompok Saba ini juga menyebarkan fitnah hingga
menimbulkan konflik antara Ali bin Abi Thalib dan Ummul Mukminin Aisyah yang
dikenal dengan perang Jama’, begitu pula konflik yang terjadi antara Ali bin
Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sofyan yang dikenal dengan perang Syifid.
Tipu
daya orang-orang munafik juga terjadi pada peristiwa Karmalah, Husein bin Ali
bin Abi Thalib beserta keluarganya dibunuh secara sadis oleh pasukan Khufah,
padahal Rasulullah saw pernah bersabda:
“Dua orang ini (Hasan
dan Husein) adalah pemimpin para pemuda penduduk surga. (HR. Tirmidzi)
Sepeninggal
Ali bin Abi Thalib, umat islam saat itu memilih Hasan bin Ali untuk melanjutkan
kekhalifahan namun hanya berlangsung 6 bulan, Hasan bin Ali menyerahkan
kekhalifahan Muawiyah demi persatuan umat dengan syarat Muawiyah akan
menyerahkan kembali kekhalifahan kepada Hasan bin Ali. Karena itulah kaum itu
disebut Rabbuljama’ah atau tahun persatuan umat, tetapi Hasan lebih dulu wafat
hingga Muawiyah menyerahkan kekhalifahan kepada anaknya, Yazim.
Namun
Husein bin Ali tak mau membai’atnya sementara penduduk Khufah saat itu mengirim
surat kepadanya agar datang ke khufah untuk dibai’at sebagai khalifah. Banyak
sahabat nabi yang melarang Husein bin Ali untuk pergi ke Kufah, bahkan Ibnu
Umar yang saat itu berada di Mekah menyusulnya dengan menempuh perjalanan selam
tiga hari, setelah melakukan perjalanan yang jauh Husein beserta rombongan
berhenti disebuah tempat bernama Karmala.
Saat
itu mereka tidak disambut gembira oleh penduduk Kufah justru dihadang oleh
pasukan Ubaidullah bin Syian yang berjumlah 5000 orang sementara Al Husein
hanya memiliki 72 penunggang kuda. Al Husein menyadari dirinya ditipu oleh
janji penduduk Kufah yang awalnya mendukungnya meluruskan ke Khalifahan yang
diambil Yazim bin Muawiyah, namun ternyata mereka (penduduk Kufah) berkhianat.
Pada
jum’at pagi hari pada 10 Muharran 61 Hijriyah berkobarlah peperangan antara dua
pasukan yang tidak imbang, pasukan Al Husein menyadari tidak akan mungkin
menang namun mereka rela untuk membela cucu Rasulullah, semuanya tewas satu
persatu tidak ada yang tersisa kecuali Husein bin Ali dan anaknya yang sedang
sakit, Ali bin Husein.
Namun
tak ada satupun pasukan Ubaidullah yang berani mendekat dan membunuhnya hingga
Syamr berseru: jangan kalah kalian, apa yang kalian tunggu ayo maju. Mereka pun
maju hingga Al Husien terbunuh, orang yang membunuh dan memenggal kepala cucu
Rasulullah ini adalah Sinan bin Anas An-Nafoyi. Al Husein beserta keluarganya
kemudian dibantai secara sadis. Orang yang memerintahkan untuk membantai Al
Husein beserta keluarganya adalah Ubaidullah bin Ziyad, Gubernur Kuffah.
Tak
lama setelah itu Ubaidullah pun dibunuh oleh Al Mukhtar bin Abu Ubaid yang
menuntut balas atas terbunuhnya Al Husein. Inilah tragedi yang memilukan dalam
sejarah islam namun bagi Husein inilah jalan Syahid yang Allah angkat derajat
dan kemuliaannya.
Kisah
ini menyadarkan kita bahwa ancaman dan bahaya orang-orang munafik sekecil dan
sehalus apapun mempunyai potensi besar untuk merusak keutuhan dan kesatuan umat
dan bisa jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Na’udzubillah.
0 comments:
Post a Comment