Home » » Hakikat Ikhlas

Hakikat Ikhlas

Posted by Deni Apriliandi





Apa sesungguhnya hakikat ikhlas?

Secara bahasa ikhlas adalah bersih dari kotoran, jadi orang yang beribadah dengan ikhlas berarti ia telah berniat hanya mengharap ridha Allah dalam beramal tanpa menyekutukannya.


Para ulama memiliki banyak definisi tentang ikhlas. Ibnu Qayyim berkata: amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Rasulullah saw bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir, bekal tersebut hanya memberatkan namun tidak membawa manfaat apa-apa. Menurut Al ‘Iz bin Abdi Salam, ikhlas ialah seseorang melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah dan tak mengharap pengagungan dan penghormatan manusia dan tidak pula mengharap manfaat dan menolak bahaya. Sementara definisi ikhlas menurut Syekh Muhammad bin Solih al-Mushoimin, apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk takarab kepada Allah dan mencapai tempat kemuliaannya.


Landasan niat yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah semata, setiap bagian dari perkara duniawi yang sudah mencemari amal kebaikan, sedikit atau banyak dan apabila hati kita bergantung kepada-Nya maka kemurnian amal itu ternoda dan hilang ke ikhlasannya. Dalam al-Quran, kata yang berakar dari kata Ikhlas, digembrang dalam 30 ayat. Seperti dalam surat Al Bayinah Allah ta’ala berfirman:

Mereka tidak disuruh kecuali untuk mengabadikan dirinya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dengan menjalankan agama secara benar, yaitu dengan mendirikan shalat dan menunaikan zakat; itulah yang disebut sebagai agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah : 5)



Amal Ibadah yang Di Terima Allah

Allah tidak akan menerima amal ibadah kita kecuali yang sesuai dengan hukum syari’at dan bersih dari tindakan syirik, ikhlas sangat erat kaitannya dengan kemurnian tauhid dan aqidah yang benar. Dalam banyak ayat, Allah ta’ala telah menyuruh hambanya untuk ikhlas.

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya. Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Azzumar : 3)


Dengan kata lain, ikhlas merupakan realisasi komitmen kita, seperti yang kita baca dalam surat Al Fatihah :

“Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in.” artinya: “Hanya kepadamulah kami menyembah, dan hanya kepadamulah kami memohon pertolongan.”



Syirik

Lawan dari sifat ikhlas adalah syirik yang antara lain diwujudkan dalam bentuk riya’, bila ikhlas adalah beribadah atau beramal soleh untuk mendekatkan diri kepada Allah, maka riya’ adalah beribadat atau beramal karena manusia atau karena selain Allah. Dalam Al Quran banyak yang menjelaskan: sia-sia amal yang dilakukan karena riya’, seperti yang diuraikan dalam surah Al Baqarah ayat 264:

“Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia adalah bagaikan batu licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat sehingga menjadi bersih tanpa bekas. Maka demikianlah sia-sianya amal (infak) orang-orang yang riya’ dan musyrik, bagi mereka tidak ada balasan (pahala) diakhirat nanti.” (QS. Al Baqarah :264)


Jadi untuk apa kita menghabiskan umur kita untuk beribadah dan beramal shaleh jika ternyata sia-sia, karena itulah awali dengan niat karena Allah. Syekh Abu Thalib Al Maqi berkata: seperti halnya jasad tak bernilai tanpa ruh demikian juga amal yang tak bernilai tanpa niat, niat adalah hatinya hati, kalau saja niat tak ditanamkan di hati, entah seperti apa nilainya hati.



Bolehkah kita beribadah tapi masih mengharapkan tujuan lain yang bersifat duniawi?

Syekh Muhammad bin Solih Al Mushoimin membagi tiga golongan dalam beribadah. Pertama seseorang dalam ibadahnya bermaksud untuk menambah sanjungan orang lain, perbuatan riya’ ini tentu termasuk syirik Karen membatalkan amalnya. Sebagimanaa firman Allah ta’ala dalam sebuah hadis kursi diriwayatkan dari Abu Hurairah:

”Aku tidak butuh kepada semua sekutu. Barang siapa beramal mempersekutukan-Ku  dengan yang lain, maka Aku biarkan dia bersama sekutunya.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah).


Kedua, seseorang beribadah bukan untuk menegakan diri pada Allah tapi untuk mencapai tujuan duniawi. Seperti untuk menjadi pemimpin kedudukan, harta atau untuk kepentinngan duniawi lainnya. Semuanya akan sia-sia. Sebagaimana firman Allah ta’ala.

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia tidak dirugikan. Itulah orng-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)
Ketiga, seseorang dalam ibadahnya untuk takarab kepada Allah sekaligus untuk tujuan duniawi. Misalnya orang yang berpuasa selain untuk menegakkan diri kepada Allah juga untuk tujuan dunia, seseorang membaca Al Quran selain untuk ibadah juga mendapat kesuksesan karir, atau orang bersedekah selain untuk mengikuti perintah Allah juga berniat untuk mendapatkan jodoh atau mendapat keturunan. Niat semacam ini tidak menyeret ke dalam dosa. Sebagaimana firman Allah ta’ala dalam surat Al Baqarah ayat 198:

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki) dari Rabb-mu.” (QS.Al Baqarah:198)


Namun tujuan duniawi akan mengurangi kadar keikhlasannya, apalagi jika niat bukan beribadah karena Allah lebih besar kadarnya. Dia tidak akan mendapat balasan di akhirat bahkan bisa jadi dia tergelincir pada perbuatan dosa. Bagaimana jika niat karena Allah dan tujuan duniawi berada dalam posisi seimbang?


Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian membolehkan dan amalnya tidak sia-sia, namun sebagian ulama berpendapat ia tidak akan mendapat pahala sedikitpun. Berdasarkan pada sabda Nabi:


Dari Abu Hurairah r.a. ada seseorang bertanya, Ya Rasulullah saw, seseorang ingin berjihad dijalan Allah swt dan ingin mendapatkan harta imbalan dunia. Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada pahala baginya,” orang itu mengulangi lagi pertanyaannya sampai tiga kali, dan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, ”Tidak ada pahala baginya.” (HR. Abu Daud)


Karena itulah luruskanlah semua niat kita untuk beribadah dan beramal sholeh ikhlas karena Allah jangan mencampurinya dengan niat selainnya. Allah ta’ala berfirman:

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb-nya” (QS. Al Kahfi : 110)



ciri orang yang ikhlas

Keikhlasan seseorang hanya diketahui Allah semata, namun ada beberapa ciri orang yang ikhlas yang bisa dijadikan cermin bagi kita. Antara lain, orang yang ikhlas senantiasa beramal dengan bersungguh-sungguh, abik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, berbeda dengan orang riya’. Seperti yang disebut Ali bin Abi Thalib r.a., malas jika sendirian dan rajin jika dihadapan banyak orang. Sebagian bergairah dalam beramal jika dipuji dan sebagian berkurang jika dicela. Orang yang ikhlas ia terjaga dari segala apa yang diharapkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis:

Rasulullah bersabda, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang dihari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR. Ibnu Majah)



hatinya dipenuhi rasa bahagia, ketenangan dan kepuasan

Orang yang ikhlas, hatinya dipenuhi rasa bahagia, ketenangan dan kepuasan. Ia tidak bersedih jika orang lain tidak menghargai jerih payahnya, ia tidak risau prilakunya dicela dan dihujat oleh orang lain. Andaikan semua orang membencinya, ia tetap teguh dengan pendiriannya karena hanya mengharap ridha Allah. Tak terbesit dihatinya keinginan untuk dipuji, di hormati atau meminta balasan dari manusia. Tujuan yang hendak dicapai orang ikhlas adalah ridha Allah bukan ridha manusia. Sehingga ia senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ditengah keramaian, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin bahwa Allah lah yang melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun. Orang ikhlas telah mencapai derajat Ihsan seperti yang telah diceritakan oleh Rasulullah ketika ditanya oleh malaikat Jibril tentang Ihsan. Rasulullah menjawab, engkau beribadaah kepada Allah etelah engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka sesungguhnya Allah melihatmu.


Bagi orang ikhlas, tidak perlu ada yang dirisaukan perkara dunia yang menimpanya, ia menerima semua taqdir baik ataupun buruk, Karena meyakini rahmat Allah tidak terbatas. Dunia baginya kecil dan sementara sementara akhirat lebih baik dan lebih kekal.


Orang yang ikhlas adalah kekasih Allah, seperti yang disebutkan dalam AL Quran:

“Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus : 62)



Orang yang Ikhlas Tidak Dapat Digoda Oleh Iblis dan Sekutunya

Orang yang ikhlas dianugrahi oleh Allah dan keutamaan, ia akan selamat dari kesesatan. Iblis tidak sanggup menggodanya. Seperti yang dijelaskan Al Quran:

“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis diantara mereka.” (QS. Al Hijr: 39-40)
Dalam ayat lain Iblis bersumpah:
“Demi kekuasaan Engkau aku menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka.” (QS. Shad : 82-83)


Ayat ini merupakan penggalan kisah nabi Adam as dan pembangkangan pertama Iblis terhadap Allah swt. Iblis adalah makhluk Allah yang membangkang, durhaka, ingkar, sombong, dan terkutuk tapi diberi umur panjang oleh Allah dan dibiarkan untuk menyesatkan manusia.


Orang-orang yang ikhlas tidak dapat digoda oleh iblis dan sekutunya, Karena mereka telah mendapat perlindungan dari Allah ta’ala. Orang yang ikhlas dapat mengendalikan hawa nafsunya. Hawa nafsu merupakan potensi yang ada dalam diri manusia yang cenderung selalu mengajak manusia kepada kesenagngan-kesenangan badaniah, pemuasan syahwat dan keinginan-keinginan rendah lainnya. Seperti kisah Nabi Yusuf saat di goda istri pembesar Mesir. berkat perlindungan Allah, Nabi Yusuf selamat dari godaan hawa nafsu yang menjerumuskan pada kemaksiatan. Orang yang ikhlas akan selalu mendapat penjagaan dan perlindungan dari malaikat dengan membisikinya dengan berbagai kebaikan untuk melawan bisikan setan. Sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam firmannya:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, Tuhan Kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, dengan mengatakan: Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan kepadmu.” (QS. Fushshilat: 30)



Ikhlas Bukan Perkara Mudah

seperti di jelaskan banyak ulama. Imam Sufyan Al Shauri berkata, Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatkku sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diri.
Sementara Yusuf bin Husein Ar Razi berkata, sesuatu yang paling sulit di dunia adalah ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh menghilangkan riya’ dari hatiku, seolah-olah timbul riya’ dengan warna lain. Namun tak ada jalan lain supaya amal kita diterima Allah ta’ala kecuali memiliki ke ikhlasan, Karena itulah selalu berdo’a kepada Allah untuk menganugrahkan keikhlasan dalam hati kita sebagaimana seperti yang diajarkan Rasulullah saw dalam sabdanya:

“Ya, Rabb yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu. Lalu seorang sahabat berkata, “Ya Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa kepada kami?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa sallam menjawab, “ya, Karena sesungguhnya seluruh hati manusia di antara dua jari tangan Allah , dan Allah membolak-balikkan hati sekehendakNya.” (HR. Ahmad, Hakim, dan tirmidzi)


Dan ingatlah firman Allah ta’ala:

“katakanlah:”apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya”.yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-kahfi:103-104)



Sedekah : Terang-terangan atau Sembunyi-sembunyi

Selain berdoa untuk melatih keikhlasan sebelum beramal bacalah basmalah kemudian  evaluasilah niat kita bila beramal ada beberapa amal yang dianjurkan untuk di sembunyikan antara lain: sedekah Karena khawatir menimbulkan riya’ apalagi kita merasa tak sanggup untuk menanggung godaan pujian orang lain namun para ulama seperti Ibnu Hajar dan At Thabari berpendapat, Sedekah yang sifatnya wajib lebih afdol terang-terangan daripada sembunyi, sedekah yang sifatnya mustahab atau sunnah lebih afdol disembunyikan. Allah ta’ala berfirman:

“Jika kamu menampakkan sedekahmu, maka itu baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al Baqarah: 271)


Dalam keadaan tertentu, menunjukkan amal shaleh dibenarkan oleh syari’at karena akan memberikan teladan kepada orang lain. Sebagaimana Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa memberi teladan yang baik dalam islam, kemudian ada yang mengamalkannya, maka dicatat baginya kebaikan seperti yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikit pun kebaikannya.” (HR. Muslim)


Selain itu ada beberapa amal ibadah yang di syari’atkan untuk di tampakkan sebagai syiar islam dan sebagai nasehat seperti, Adzan, Shalat berjamaah, Shalat ‘Id, Khutbah, Menjenguk orang sakit dan Mengantar jenazah. Jika riya’ masih saja menggoda hati kita dalam beramal, jangan berputus asa untuk berjuang melawannya. Baginya pahala amal dan pahala melawan penyakit riya’. Allah Maha Tahu orang yang bersungguh-sungguh untuk meraih keikhlasan. Akan dibukakan jalan kemudahan. Seperti firman Allah ta’ala:

“Dan barangsiapa yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut : 69)


Istiqomahlah dalam beramal. Jika kita terus menerus melakukan amal kebaikan dalam keadaan sendiri maupun ditengah orang banyak sembari memohon pertolongan Allah, Insya Allah kita sedikit demi sedikit akan meraih derajat orang yang ikhlas. Ikhlas adalah rahasia Allah dan hambanya, malaikat pencata tidak mengetahuinya dan setanpun tidak mampu merusaknya. Tak ada yang bisa mengukur keikhlasan seorang hamba kecuali Allah Azza wa jalla.



Semoga Allah ta’ala menganugerahkan kepada hati kita keikhlasan. Sebuah anugerah yang diberikan kepada orang-orang yang dicintai-Nya. Istiqomahlah dalam beribadah, luruskan niat, ikuti syariat dan berdo’alah memohon pertolongannya.


0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.