Home » » Orang Munafik

Orang Munafik

Posted by Deni Apriliandi


    


Jangan Sembarangan Membuat Janji

Janji tinggal janji, seringkali ketika para politisi ini sudah terpilih menjadi pejabat pemerintah atau wakil rakyat lupa dengan janji-janjinya, sayangnya masyarakatpun seolah-olah tidak peduli dengan kewajiban yang mesti dilakukan oleh orang-orang yang telah dipilihnya, hanya sedikit kalangan yang mengkritisi kinerja orang-orang yang telah diberi amanah itu, padahal melanggar janji dan menghianati amanah termasuk dosa besar dan dimasukan kedalam golongan orang-orang munafik. Kita seringkali menganggap enteng sebuah janji, janji terhadap istri kita, anak-anak kita, teman-teman kita bahkan orang tua kita. Ingatlah bahwa malaikat tak pernah lupa mencatat amal perbuatan kita dan amal itu akan menjadi saksi apakah kita pantas disurga atau justru di neraka. Karena itulah jangan sembarangan membuat janji jika tidak sanggup memenuhinya, jika janji sesama manusia sudah dianggap sebagai perbuatan dosa besar. Bagaimanakah janji kita kepada Allah ta’ala? Padahal pada saat berada dialam ruh kita sudah berikrar untuk menyembah-Nya, taat pada aturan-Nya dan tidak menyekutukannya:

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘Bukankah  Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi’. (Kami lakukan yang demikian itu)agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-Esaan Tuhan). (QS. Al A’raaf : 172)



Ciri-ciri Orang Munafik

Pernahkah kita berkata dusta, pernahkah kita ingkar janji atau mungkin kita pernah menghianati amanah? Ketahuilah inilah ciri-ciri orang munafik. Rasulullah saw bersabda:

“Tanda orang munafik ada tiga: Jika bicara berdusta, jika diberi amanah berkhianat, dan jika berjanji menyelisihinya. (HR Bukhori Muslim)


Seseorang disebut munafik karena ia menyembunyikan kebathilan dan menampakan kebaikan, kemunafikan merupakan penyakit hati yang berbahaya sebagaimana dalam Firman Allah ta’ala:

“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya. Dan bagi mereka siksa yang pedih , disebabkan merek berdusta. (QS. Al-Baqarah : 10)


Jenis Ke-Munafikan

Ada dua jenis kemunafikan, kemunafikan besar dan kemunafikan kecil. Kemunafikan besar diantaranya menyembunyikan kekufuran dan menampakan keislaman, kemunafikan jenis ini jelas-jelas telah keluar dari Islam dan ancamannya kekal di neraka. Sedangkan kemunafikan kecil adalah menampakan lahiriyah yang baik dan menyembunyikan kebalikannya, munafik kecil tidak membuat pelakunya keluar dari islam, meski demikian hati-hatilah dengan munafik kecil. Menurut Ibnu Rajab Rahimaqumullah kemunafikan asgar (kecil) adalah jalan menuju kemunafikan akbar (besar) sebagaimana maksiat adalah lorong menuju kekufuran. Sebagaimana orang terus-menerus di atas maksiat dikhawatirkan dicabut keimanannya ketika menjelang mati, demikian juga orang yang terus menerus di atas kemunafikan asgar dikhawatirkan dicabut keimanan dan menjadi munafik akbar.


Kisah Abdullah bin Ubay Orang Munafik Di Zaman Rasulullah

Hati-hatilah dengan berbagai bentuk kemunafikan dan hati-hati pula dengan orang-orang munafik, Allah ta’ala telah mengabadikan dalam al-Quran:

“Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa Sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah’. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa Sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al-Munafiqun : 1)


Ayat ini bersumber dari  Zaid bin Arqah seperti diriwayatkan Al Bukhori. Zaid bin Arqah mendengar Abdullah bin Ubay bin Salur berkata kepada teman-temannya: kalian jangan memberi nafkah kepada orang-orang yang dekat dengan Rasulullah saw sebelum mereka meninggalkan agamanya, kelak apabila kita pulang ke Madinah pasti orang yang mulia akan mengusir orang yang hina dikota itu.
Kejadian ini diterangkan oleh Zaid kepada pamannya kemudian oleh sang paman disampaikan kepada Rasulullah, setelah itu Rasulullah memanggil Abdullah bin Ubay bin Salur dan kawan-kawannya tetapi mereka bersumpah dihadapan Rasulullah saw bahwa mereka tidak pernah berkata demikian.
Rasulullah rupanya lebih mempercayai Abdullah bin Ubay hingga Zaid bin Arqah merasa sedih, maka Allah menurunkan ayat pertama dalam Al Munafiqun yang menegaskan bahwa kaum munafiqun selalu berdusta. Ayat ini sekaligus membenarkan ucapan Zaid bin Arqah.
Riwayat tentang Zaid bin Arqah ini mempunyai beberapa sumber, diantaranya ada yang menerapkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada waktu perang cambuk dan turunnya surat ini terjadi pada waktu malam hari.
Menurut riwayat Ibnu Jalir, diriwayatkan pula oleh Ibnu Udzir, saat itu ada orang yang mengusulkan kepada Abdullah bin Ubay supaya datang kepada Rasulullah saw agar beliau memintakan ampunan Allah swt untuknya tetapi ia menolaknya bahkan berpaling, maka turunlah ayat ke-5 dalam surat Al Munafiqun:

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: marilah (beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka menyombongkan diri.” (QS. Al Munafiqun: 5)


Pada ayat selanjutnya Allah menegaskan:

“Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, sesugguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. Al Munafiqun)


Sifat Orang Munafik

Selain suka berbohong, orang-orang munafiq sering membatalkan perjanjian secara sepihak serta tidak menepati perjanjian. Allah swt berfirman:

“(Yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya serta membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS Al-Baqarah : 27)


Ibnu Rajab Rahimaqumullah mengatakan, Mengkhianati perjanjian adalah haram dalam perjanjian seorang muslim dengan yang lainnya walaupun dengan seorang kafir mu’ahad (kafir yang tinggal di negeri kafir) yang telah mengadakan perjanjian dengan Negara islam. Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa membunuh kafir mu’ahad tidak akan mencium bau surga padahal wanginya surga tercium dari jarak 40 tahun perjalanan.” (HR. Al-Bukhari)



Membatalkan Perjanjian Tidak Akan Diajak Bicara Oleh Allah Subhanhu Wa Ta’ala Di Hari Kiamat

Menurut Ibnu Rajab, membatalkan perjanjian dengan seorang muslim besar dosanya apalagi membatalkan perjanjian untuk taat kepada pemimpin muslimin yang kita telah berbai’at kepadanya.


Sebagaimana diingatkan dalam sabda Nabi:

“Tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah Subhanhu Wa Ta’ala di hari kiamat nanti, tidak akan disucikan, dan mereka akan mendapatkan azab yang pedih, di-antaranya: “Seorang yang membai’at pemimpin hanya karena dunia, jika pemimpinnya memberi apa yang dia mau dia penuhi perjanjiannya dan jika tidak maka dia pun tidak menepati perjanjiannya.” (HR. Al-Bukhari Muslim)


Selain 3 Ciri Orang Munafik

Berdasarkan keterangan Al Quran dan hadis Nabi, terdapat 30 ciri orang yang dikategorikan sebagai orang munafik. Selain dusta, ingkar janji dan khianat, ada beberapa ciri lain yang juga disebut sebagai perbuatan orang munafik, antara lain:


Mereka gemar memperolok orang yang bertaqwa, misalnya dengan menyebut orang lain kolot, extreme, fanatic dan lain sebagainya. Merekapun suka mencela sedekah yang dikeluarkan orang lain. Allah ta’ala berfirman:

“Orang-orang (munafiq) yang mencela sebagian dari orang-orang yang beriman mengenai sedekah-sedekah yang mereka berikan dengan sukarela, dan (mencela) orang-orang yang tidak dapat (mengadakan apa-apa untuk disedekahkan) kecuali sedikit sekadar kemampuannya, serta mereka mengejek-ejeknya, Allah akan membalas penghinaan mereka, dan mereka akan mendapat azab yang pedih” (QS. Attaubah : 79)


Orang munafiq suka memperbesar kesalahan orang lain bahkan menyebarkan berita-berita dusta.

“Demi sesungguhnya, jika orang-orang munafiq, dan orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya, serta orang-orang yang menyebarkan berita-berita dusta di Madinah itu tidak berhenti (dari  perbuatan jahat masing-masing), niscaya Kami akan mendesakmu memerangi mereka, sesudah itu mereka tidak akan tinggal bertetangga denganmu di Madinah, kecuali hanya sebentar.” (QS. Al Ahzab : 60)


Orang Munafik Sangat Berbahaya

Orang-orang munafiq menganggap ringan perkara-perkara yang melawan hukum Allah, menentangnya dengan berbagai kemungkaran dan kemaksiatan secara sembunyi.
ketika dia berada ditengah-tengah banyak orang ia pura-pura sebagai orang yang taat beribadah, orang munafiq adalah orang yang penuh dengan kepalsuan, penuh dengan rekayasa dan lebih sibuk membangun topeng.
Para munafik itu berbahaya karena ia sesungguhnya dalam hatinya telah ingkar, lahiriahnya menampilkan orang beriman. Dalam hatinya orang munafiq terlihat khusyu tapi Allah tidak bisa dibohongi, Allah Maha Mengetahui lubuk hati terdalam. Allah ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dihadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisaa’ : 142)



Orang Munafik Sangat Berat Menjalankan Shalat Isya dan Shalat Subuh.

Sebagimana sabda Rasulullah:

“Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya keduanya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim).



Orang Munafik Juga Lalai Untuk Mengerjakan Shalat Tepat Pada Awal Waktunya, Apalagi Menghadiri Shalat Berjama’ah.

Rasulullah mengingatkan:

“Itulah shalatnya orang munafik, (yaitu) duduk mengamati matahari. Hingga ketika matahari berada di antara dua tanduk setan (yaitu ketika hampir tenggelam), dia pun berdiri (untuk mengerjakan shalat ashar) empat raka’at (secara cepat) seperti patukan ayam. Dia tidak berdzikir untuk mengingat Allah, kecuali hanya sedikit saja.” (HR. Muslim).



Sejarah Umat Islam Tidak Lepas Dari Kaum Munafik yang Berusaha Meruntuhkan Kekuatan dan Persatuan Umat Islam

Munculnya kelompok munafik pada masa Rasulullah dimulai sejak kaum Muhajirin hijrah ke Madinah.

Di Madinah ada seorang tokoh munafik yang bernama Abdullah bin Ubay bin Salur dari suku Kasraj yang awalnya akan diangkat sebagai raja oleh kabilah-kabilah Arab di Madinah. Setelah Rasulullah memenangkan perang Badar, banyak warga Madinah yang memeluk islam termasuk Abdullah bin Ubay bersama keluarganya.

Namun orang-orang munafik bagai duri dalam daging, mereka berusaha merongrong persatuan umat dengan menebar berbagai fitnah. Kelompok munafik yang awalnya beragama Yahudi dan Nasrani hanya bertujuan untuk menanamkan keraguan kepada umat terhadap kebenaran islam.

Saat Rasulullah menyerukan untuk berjihad, kaum munafik ini enggan untuk mengorbankan harta apalagi nyawanya bahkan mereka berani meninggalkan medan perang dan tidak mau tunduk kepada perintah Rasulullah seperti yang terjadi pada perang Uhud. Saat turun dalam surat al-Munafiqun yang terkait kemunafikan Abdullah bin Ubay banyak sahabat mengira Rasulullah akan memerintahkan untuk membunuhnya.

Saat itu Abdullah bin Abdullah bin Ubay putra Abdullah bin Ubay yang telah menjadi seorang muslim yang baik datang kepada Rasulullah dan menyatakan dirinya siap untuk membunuh ayahnya sendiri meskipun hatinya pilu, karena jika orang lain yang diperintahkan untuk membunuhnya ia khawatir tidak bisa menahan diri untuk membalas dendam, Karen dalam tradisi Arab darah harus diganti darah tapi apa yang dikatakan Rasulullah, kita tidak akan membunuhnya bahkan kita harus berlaku baik kepadanya, harus menemaninya baik-baik selama dia masih bersama dengan kita. Begitulah akhlak Rasulullah yang agung.

Namun tipu daya dan kelicikan orang-orang munafik sangat membahayakan, karena itulah Allah berfirman kepada Rasulnya:

“Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka, ialah neraka Jahanam. Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya.” (QS. At-Taubah : 73)


Berbagai Peristiwa Perpecahan Umat Islam Tidak Lepas Dari Konspirasi Orang-orang Munafik

Pembunuhan para khalifah islam mulai dari Umar bin Khattab, Usman bin Affan hingga Ali bin Abi Thalib semoga Allah meridhai mereka, akibat dari hasutan dan konspirasi orang-orag munafik.

Tokoh munafik yang berhasil mengadu domba para sahabat Nabi adalah Abdullah bin Saba, seorang Yahudi berasal dari Yaman yang dikenal juga dengan nama Ibnu Saba. Ia datang ke Madinah kemudian berpura-pura memeluk islam pada masa khalifah Usman bin Affan.

Ibnu Saba banyak menyebarkan berita-berita bohong untuk merusak citra pemerintahan Usman bin Affan, antara lain dengan menyebarkan surat-surat palsu atas nama sahabat utama yang isinya mencela Usman bin Affan.

Berbagi tuduhan yang dialamatkan kepada Usman bin Affan antara lain soal pengangkatan anggota keluarganya menjadi pejabat pemerintah, keputusan untuk mengasingkan Abu Dzar ke Rabazah, bahkan Khalifah Usman di isukan telah memukul Ibnu Mas’ud dan Amar bin Yasir hingga terluka parah.

Setelah berbagai fitnah ini tersebar luas, kelompok pemberontak dari Basrah, Khufah dan Mesir menuju Madinah berpura-pura ingin pergi haji. Padahal sesungguhnya mereka ingin memberontak kepada khalifah Usman, menurut sebuah riwayat para pemberontak berjumlah 2000 orang dan menunggu dikediaman Usman selama 40 hari hingga Khalifah Usman terbunuh dalam peristiwa itu tepatnya pada 18 Dzulhijjah tahun 35 Hijriyah.



Setelah berhasil menggerakan pemberontakan terhadap khalifah Usman, Ibnu Saba yang dikenal sebagai gerak kelompok Saba ini juga menyebarkan fitnah hingga menimbulkan konflik antara Ali bin Abi Thalib dan Ummul Mukminin Aisyah yang dikenal dengan perang Jama’, begitu pula konflik yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sofyan yang dikenal dengan perang Syifid.

Tipu daya orang-orang munafik juga terjadi pada peristiwa Karmalah, Husein bin Ali bin Abi Thalib beserta keluarganya dibunuh secara sadis oleh pasukan Khufah, padahal Rasulullah saw pernah bersabda:

“Dua orang ini (Hasan dan Husein) adalah pemimpin para pemuda penduduk surga. (HR. Tirmidzi)


Sepeninggal Ali bin Abi Thalib, umat islam saat itu memilih Hasan bin Ali untuk melanjutkan kekhalifahan namun hanya berlangsung 6 bulan, Hasan bin Ali menyerahkan kekhalifahan Muawiyah demi persatuan umat dengan syarat Muawiyah akan menyerahkan kembali kekhalifahan kepada Hasan bin Ali. Karena itulah kaum itu disebut Rabbuljama’ah atau tahun persatuan umat, tetapi Hasan lebih dulu wafat hingga Muawiyah menyerahkan kekhalifahan kepada anaknya, Yazim.

Namun Husein bin Ali tak mau membai’atnya sementara penduduk Khufah saat itu mengirim surat kepadanya agar datang ke khufah untuk dibai’at sebagai khalifah. Banyak sahabat nabi yang melarang Husein bin Ali untuk pergi ke Kufah, bahkan Ibnu Umar yang saat itu berada di Mekah menyusulnya dengan menempuh perjalanan selam tiga hari, setelah melakukan perjalanan yang jauh Husein beserta rombongan berhenti disebuah tempat bernama Karmala.

Saat itu mereka tidak disambut gembira oleh penduduk Kufah justru dihadang oleh pasukan Ubaidullah bin Syian yang berjumlah 5000 orang sementara Al Husein hanya memiliki 72 penunggang kuda. Al Husein menyadari dirinya ditipu oleh janji penduduk Kufah yang awalnya mendukungnya meluruskan ke Khalifahan yang diambil Yazim bin Muawiyah, namun ternyata mereka (penduduk Kufah) berkhianat.

Pada jum’at pagi hari pada 10 Muharran 61 Hijriyah berkobarlah peperangan antara dua pasukan yang tidak imbang, pasukan Al Husein menyadari tidak akan mungkin menang namun mereka rela untuk membela cucu Rasulullah, semuanya tewas satu persatu tidak ada yang tersisa kecuali Husein bin Ali dan anaknya yang sedang sakit, Ali bin Husein.

Namun tak ada satupun pasukan Ubaidullah yang berani mendekat dan membunuhnya hingga Syamr berseru: jangan kalah kalian, apa yang kalian tunggu ayo maju. Mereka pun maju hingga Al Husien terbunuh, orang yang membunuh dan memenggal kepala cucu Rasulullah ini adalah Sinan bin Anas An-Nafoyi. Al Husein beserta keluarganya kemudian dibantai secara sadis. Orang yang memerintahkan untuk membantai Al Husein beserta keluarganya adalah Ubaidullah bin Ziyad, Gubernur Kuffah.

Tak lama setelah itu Ubaidullah pun dibunuh oleh Al Mukhtar bin Abu Ubaid yang menuntut balas atas terbunuhnya Al Husein. Inilah tragedi yang memilukan dalam sejarah islam namun bagi Husein inilah jalan Syahid yang Allah angkat derajat dan kemuliaannya.



Kisah ini menyadarkan kita bahwa ancaman dan bahaya orang-orang munafik sekecil dan sehalus apapun mempunyai potensi besar untuk merusak keutuhan dan kesatuan umat dan bisa jadi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Na’udzubillah.


0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.