Apa sesungguhnya hakikat ikhlas?
Secara
bahasa ikhlas adalah bersih dari kotoran, jadi orang yang beribadah dengan
ikhlas berarti ia telah berniat hanya mengharap ridha Allah dalam beramal tanpa
menyekutukannya.
Para
ulama memiliki banyak definisi tentang ikhlas. Ibnu Qayyim berkata: amalan yang
dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Rasulullah saw
bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir, bekal tersebut hanya
memberatkan namun tidak membawa manfaat apa-apa. Menurut Al ‘Iz bin Abdi Salam,
ikhlas ialah seseorang melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah dan tak
mengharap pengagungan dan penghormatan manusia dan tidak pula mengharap manfaat
dan menolak bahaya. Sementara definisi ikhlas menurut Syekh Muhammad bin Solih
al-Mushoimin, apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk takarab
kepada Allah dan mencapai tempat kemuliaannya.
Landasan
niat yang ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah semata, setiap bagian dari
perkara duniawi yang sudah mencemari amal kebaikan, sedikit atau banyak dan
apabila hati kita bergantung kepada-Nya maka kemurnian amal itu ternoda dan
hilang ke ikhlasannya. Dalam al-Quran, kata yang berakar dari kata Ikhlas,
digembrang dalam 30 ayat. Seperti dalam surat Al Bayinah Allah ta’ala
berfirman:
Mereka tidak disuruh
kecuali untuk mengabadikan dirinya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dengan menjalankan agama secara benar, yaitu dengan mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; itulah yang disebut sebagai agama yang lurus. (QS.
Al Bayyinah : 5)
Amal Ibadah yang Di Terima Allah
Allah
tidak akan menerima amal ibadah kita kecuali yang sesuai dengan hukum syari’at
dan bersih dari tindakan syirik, ikhlas sangat erat kaitannya dengan kemurnian
tauhid dan aqidah yang benar. Dalam banyak ayat, Allah ta’ala telah menyuruh
hambanya untuk ikhlas.
“Ingatlah, hanya
kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang
mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.
Sesungguhnya Allah akan memutuskan diantara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Azzumar : 3)
Dengan
kata lain, ikhlas merupakan realisasi komitmen kita, seperti yang kita baca
dalam surat Al Fatihah :
“Iyyaka
na’budu wa iyyaka nasta’in.” artinya: “Hanya
kepadamulah kami menyembah, dan hanya kepadamulah kami memohon pertolongan.”
Syirik
Lawan
dari sifat ikhlas adalah syirik yang antara lain diwujudkan dalam bentuk riya’,
bila ikhlas adalah beribadah atau beramal soleh untuk mendekatkan diri kepada
Allah, maka riya’ adalah beribadat atau beramal karena manusia atau karena
selain Allah. Dalam Al Quran banyak yang menjelaskan: sia-sia amal yang
dilakukan karena riya’, seperti yang diuraikan dalam surah Al Baqarah ayat 264:
“Perumpamaan orang
yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia adalah bagaikan batu
licin yang diatasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat sehingga
menjadi bersih tanpa bekas. Maka demikianlah sia-sianya amal (infak)
orang-orang yang riya’ dan musyrik, bagi mereka tidak ada balasan (pahala)
diakhirat nanti.” (QS. Al Baqarah :264)
Jadi
untuk apa kita menghabiskan umur kita untuk beribadah dan beramal shaleh jika
ternyata sia-sia, karena itulah awali dengan niat karena Allah. Syekh Abu
Thalib Al Maqi berkata: seperti halnya jasad tak bernilai tanpa ruh demikian
juga amal yang tak bernilai tanpa niat, niat adalah hatinya hati, kalau saja
niat tak ditanamkan di hati, entah seperti apa nilainya hati.
Bolehkah kita beribadah tapi masih mengharapkan
tujuan lain yang bersifat duniawi?
Syekh
Muhammad bin Solih Al Mushoimin membagi tiga golongan dalam beribadah. Pertama
seseorang dalam ibadahnya bermaksud untuk menambah sanjungan orang lain,
perbuatan riya’ ini tentu termasuk syirik Karen membatalkan amalnya.
Sebagimanaa firman Allah ta’ala dalam sebuah hadis kursi diriwayatkan dari Abu
Hurairah:
”Aku tidak butuh
kepada semua sekutu. Barang siapa beramal mempersekutukan-Ku dengan yang lain, maka Aku biarkan dia
bersama sekutunya.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah).
Kedua,
seseorang beribadah bukan untuk menegakan diri pada Allah tapi untuk mencapai
tujuan duniawi. Seperti untuk menjadi pemimpin kedudukan, harta atau untuk
kepentinngan duniawi lainnya. Semuanya akan sia-sia. Sebagaimana firman Allah
ta’ala.
Barangsiapa yang
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia tidak dirugikan. Itulah orng-orang
yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu
apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka
kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)
Ketiga,
seseorang dalam ibadahnya untuk takarab kepada Allah sekaligus untuk tujuan
duniawi. Misalnya orang yang berpuasa selain untuk menegakkan diri kepada Allah
juga untuk tujuan dunia, seseorang membaca Al Quran selain untuk ibadah juga
mendapat kesuksesan karir, atau orang bersedekah selain untuk mengikuti
perintah Allah juga berniat untuk mendapatkan jodoh atau mendapat keturunan.
Niat semacam ini tidak menyeret ke dalam dosa. Sebagaimana firman Allah ta’ala
dalam surat Al Baqarah ayat 198:
“Tidak ada dosa bagimu
untuk mencari karunia (rezeki) dari Rabb-mu.” (QS.Al Baqarah:198)
Namun
tujuan duniawi akan mengurangi kadar keikhlasannya, apalagi jika niat bukan
beribadah karena Allah lebih besar kadarnya. Dia tidak akan mendapat balasan di
akhirat bahkan bisa jadi dia tergelincir pada perbuatan dosa. Bagaimana jika
niat karena Allah dan tujuan duniawi berada dalam posisi seimbang?
Para
ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian membolehkan dan amalnya tidak
sia-sia, namun sebagian ulama berpendapat ia tidak akan mendapat pahala
sedikitpun. Berdasarkan pada sabda Nabi:
Dari Abu Hurairah
r.a. ada seseorang bertanya, Ya Rasulullah saw, seseorang ingin berjihad
dijalan Allah swt dan ingin mendapatkan harta imbalan dunia. Rasulullah saw
bersabda: “Tidak ada pahala baginya,” orang itu mengulangi lagi pertanyaannya
sampai tiga kali, dan beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab, ”Tidak ada
pahala baginya.” (HR. Abu Daud)
Karena
itulah luruskanlah semua niat kita untuk beribadah dan beramal sholeh ikhlas
karena Allah jangan mencampurinya dengan niat selainnya. Allah ta’ala
berfirman:
“Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia mengerjakan amal
shalih dan janganlah dia mempersekutukan seorangpun dengan Rabb-nya” (QS. Al
Kahfi : 110)
ciri orang yang ikhlas
Keikhlasan
seseorang hanya diketahui Allah semata, namun ada beberapa ciri orang yang
ikhlas yang bisa dijadikan cermin bagi kita. Antara lain, orang yang ikhlas
senantiasa beramal dengan bersungguh-sungguh, abik dalam keadaan sendiri atau
bersama orang banyak, berbeda dengan orang riya’. Seperti yang disebut Ali bin
Abi Thalib r.a., malas jika sendirian dan rajin jika dihadapan banyak orang.
Sebagian bergairah dalam beramal jika dipuji dan sebagian berkurang jika
dicela. Orang yang ikhlas ia terjaga dari segala apa yang diharapkan Allah,
baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadis:
Rasulullah bersabda,
“Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang dihari kiamat dengan
kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti
debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya
sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah
kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR. Ibnu Majah)
hatinya dipenuhi rasa bahagia, ketenangan dan
kepuasan
Orang
yang ikhlas, hatinya dipenuhi rasa bahagia, ketenangan dan kepuasan. Ia tidak
bersedih jika orang lain tidak menghargai jerih payahnya, ia tidak risau
prilakunya dicela dan dihujat oleh orang lain. Andaikan semua orang
membencinya, ia tetap teguh dengan pendiriannya karena hanya mengharap ridha
Allah. Tak terbesit dihatinya keinginan untuk dipuji, di hormati atau meminta
balasan dari manusia. Tujuan yang hendak dicapai orang ikhlas adalah ridha
Allah bukan ridha manusia. Sehingga ia senantiasa memperbaiki diri dan terus
beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ditengah keramaian, dilihat orang atau
tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin bahwa Allah lah yang
melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun. Orang ikhlas telah mencapai
derajat Ihsan seperti yang telah diceritakan oleh Rasulullah ketika ditanya
oleh malaikat Jibril tentang Ihsan. Rasulullah menjawab, engkau beribadaah
kepada Allah etelah engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka
sesungguhnya Allah melihatmu.
Bagi
orang ikhlas, tidak perlu ada yang dirisaukan perkara dunia yang menimpanya, ia
menerima semua taqdir baik ataupun buruk, Karena meyakini rahmat Allah tidak
terbatas. Dunia baginya kecil dan sementara sementara akhirat lebih baik dan
lebih kekal.
Orang
yang ikhlas adalah kekasih Allah, seperti yang disebutkan dalam AL Quran:
“Ingatlah
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus : 62)
Orang yang Ikhlas Tidak Dapat Digoda Oleh Iblis dan
Sekutunya
Orang
yang ikhlas dianugrahi oleh Allah dan keutamaan, ia akan selamat dari
kesesatan. Iblis tidak sanggup menggodanya. Seperti yang dijelaskan Al Quran:
“Iblis berkata: “Ya
Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan
menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti
aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis
diantara mereka.” (QS. Al Hijr: 39-40)
Dalam
ayat lain Iblis bersumpah:
“Demi kekuasaan
Engkau aku menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis
diantara mereka.” (QS. Shad : 82-83)
Ayat
ini merupakan penggalan kisah nabi Adam as dan pembangkangan pertama Iblis
terhadap Allah swt. Iblis adalah makhluk Allah yang membangkang, durhaka,
ingkar, sombong, dan terkutuk tapi diberi umur panjang oleh Allah dan dibiarkan
untuk menyesatkan manusia.
Orang-orang
yang ikhlas tidak dapat digoda oleh iblis dan sekutunya, Karena mereka telah
mendapat perlindungan dari Allah ta’ala. Orang yang ikhlas dapat mengendalikan
hawa nafsunya. Hawa nafsu merupakan potensi yang ada dalam diri manusia yang
cenderung selalu mengajak manusia kepada kesenagngan-kesenangan badaniah,
pemuasan syahwat dan keinginan-keinginan rendah lainnya. Seperti kisah Nabi
Yusuf saat di goda istri pembesar Mesir. berkat perlindungan Allah, Nabi Yusuf
selamat dari godaan hawa nafsu yang menjerumuskan pada kemaksiatan. Orang yang
ikhlas akan selalu mendapat penjagaan dan perlindungan dari malaikat dengan
membisikinya dengan berbagai kebaikan untuk melawan bisikan setan. Sebagaimana
yang dijanjikan Allah dalam firmannya:
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan, Tuhan Kami adalah Allah, kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka, dengan
mengatakan: Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan
gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan kepadmu.” (QS.
Fushshilat: 30)
Ikhlas Bukan Perkara Mudah
seperti
di jelaskan banyak ulama. Imam Sufyan Al Shauri berkata, Tidaklah aku mengobati
sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatkku sebab ia senantiasa
berbolak-balik pada diri.
Sementara
Yusuf bin Husein Ar Razi berkata, sesuatu yang paling sulit di dunia adalah
ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh menghilangkan riya’ dari hatiku,
seolah-olah timbul riya’ dengan warna lain. Namun tak ada jalan lain supaya
amal kita diterima Allah ta’ala kecuali memiliki ke ikhlasan, Karena itulah
selalu berdo’a kepada Allah untuk menganugrahkan keikhlasan dalam hati kita
sebagaimana seperti yang diajarkan Rasulullah saw dalam sabdanya:
“Ya, Rabb yang
membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku pada agamaMu. Lalu seorang sahabat
berkata, “Ya Rasulullah, kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa
kepada kami?” Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa sallam menjawab, “ya, Karena
sesungguhnya seluruh hati manusia di antara dua jari tangan Allah , dan Allah membolak-balikkan
hati sekehendakNya.” (HR. Ahmad, Hakim, dan tirmidzi)
Dan
ingatlah firman Allah ta’ala:
“katakanlah:”apakah
akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya”.yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam menyangka
bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-kahfi:103-104)
Sedekah : Terang-terangan atau Sembunyi-sembunyi
Selain
berdoa untuk melatih keikhlasan sebelum beramal bacalah basmalah kemudian evaluasilah niat kita bila beramal ada beberapa
amal yang dianjurkan untuk di sembunyikan antara lain: sedekah Karena khawatir
menimbulkan riya’ apalagi kita merasa tak sanggup untuk menanggung godaan
pujian orang lain namun para ulama seperti Ibnu Hajar dan At Thabari
berpendapat, Sedekah yang sifatnya wajib lebih afdol terang-terangan daripada
sembunyi, sedekah yang sifatnya mustahab atau sunnah lebih afdol disembunyikan.
Allah ta’ala berfirman:
“Jika kamu
menampakkan sedekahmu, maka itu baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya
dan memberikannya kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik
bagimu.” (QS. Al Baqarah: 271)
Dalam
keadaan tertentu, menunjukkan amal shaleh dibenarkan oleh syari’at karena akan
memberikan teladan kepada orang lain. Sebagaimana Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa memberi
teladan yang baik dalam islam, kemudian ada yang mengamalkannya, maka dicatat
baginya kebaikan seperti yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikit pun
kebaikannya.” (HR. Muslim)
Selain
itu ada beberapa amal ibadah yang di syari’atkan untuk di tampakkan sebagai
syiar islam dan sebagai nasehat seperti, Adzan, Shalat berjamaah, Shalat ‘Id,
Khutbah, Menjenguk orang sakit dan Mengantar jenazah. Jika riya’ masih saja
menggoda hati kita dalam beramal, jangan berputus asa untuk berjuang melawannya.
Baginya pahala amal dan pahala melawan penyakit riya’. Allah Maha Tahu orang
yang bersungguh-sungguh untuk meraih keikhlasan. Akan dibukakan jalan
kemudahan. Seperti firman Allah ta’ala:
“Dan barangsiapa yang
berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada
mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang yang berbuat
baik.” (QS. Al Ankabut : 69)
Istiqomahlah
dalam beramal. Jika kita terus menerus melakukan amal kebaikan dalam keadaan
sendiri maupun ditengah orang banyak sembari memohon pertolongan Allah, Insya
Allah kita sedikit demi sedikit akan meraih derajat orang yang ikhlas. Ikhlas
adalah rahasia Allah dan hambanya, malaikat pencata tidak mengetahuinya dan
setanpun tidak mampu merusaknya. Tak ada yang bisa mengukur keikhlasan seorang
hamba kecuali Allah Azza wa jalla.
Semoga
Allah ta’ala menganugerahkan kepada hati kita keikhlasan. Sebuah anugerah yang
diberikan kepada orang-orang yang dicintai-Nya. Istiqomahlah dalam beribadah,
luruskan niat, ikuti syariat dan berdo’alah memohon pertolongannya.
0 comments:
Post a Comment